Wednesday, February 27, 2013

Pemikiran Jepang Perspektif Shinto


Pemikiran Jepang : perspektif shinto
1.      Latar Belakang
Jepang memiliki sejarah yang panjang, sejarah kekaisaran Jepang bermula dari cerita Kojiki tahun 720 dan Nihon Shoki 712. Kehidupan beragama masyarakat Jepang dapat pula dicari dari sepanjang sejarah bangsa tersebut. Jepang yang memiliki usia yang cukup tua telah melewati berbagai peristiwa yang membawa Jepang pada masa keterpurukannya, yakni masa ketika Jepang masih mengisolasi dirinya secara geografis selama kurang lebih 250 tahun (1638-1853) pada zaman Edo dan berhasil bangkit kembali pada pemerintahan kaisar Meiji yang membimbing bangsa Jepang untuk bergerak maju sehingga dalam beberapa dasawarsa mampu mencapai pembentukan suatu bangsa yang modern dengan mencontoh negara – negara barat tanpa harus takut bahwa hasil westernisasi akan menggoyahkan kepribadian bangsa Jepang. Kebangkitan Jepang menjadikan bangsa ini sebagai negara yang kuat dan berpengaruh hingga saat ini.

Hal ini dapat dilihat di negara kita sendiri, bahwa Jepang mampu memberikan pengaruhnya dalam berbagai pranata kehidupan masyarakat Indonesia, seperti ekonomi, pendidikan, ilmiah, estetika, dan hiburan. Sangatlah mudah untuk menemukan pengaruh Jepang dalam kehidupan kita sehari – hari dan tak dapat dipungkiri setiap rumah di Indonesia ini memiliki sesuatu yang berhubungan dengan Jepang mulai dari yang paling kecil misalnya sendok stainless steel, kunci, penyangga pintu, kotak bekal, hiburan, makanan, peralatan elektronik hingga hal yang besar seperti perusahaan – perusahaan Jepang yang memiliki pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia, semuanya itu tak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Pengaruh – pengaruh itu tentu turut serta membawa budaya dan pemikiran Jepang masuk ke dalam pranata masyarakat kita. Dalam Koentjaraningrat (1974:23) pranata adalah suatu sistem aktivitas khas dari kelakuan berpola beserta komponen – komponennya yakni sistem norma dan tata kelakuannya dan peralatannya ditambah dengan manusia atau personel yang melaksanakan kelakuan berpola.

Jepang merupakan negara yang masih memegang tradisi yang kuat yang bersanding dengan teknologi modern yang kuat pula. Tradisi yang masih begitu kuat dalam kehidupan orang Jepang didasari oleh pemikiran Jepang yang berlatar belakang agama Shinto. Sebenarnya Jepang tidak hanya mengakui agama Shinto saja, masih ada  agama lain seperti Budha dan Konfusianisme yang masuk dari Cina dan Korea, Katolik, Protestan dan Islam yang masuk kemudian pada masa prasejarah akhir dan pada masa sejarah. Diantara semua agama yang dianut orang Jepang tersebut, Shintoisme adalah yang tertua dan dianggap sebagai agama pribumi orang Jepang. Shinto dibangun oleh orang Jepang sendiri dan dan sudah menjadi dasar kehidupan orang Jepang sejak jaman dahulu.

Dalam Genchi Kato (1971:88) disebutkan bahwa Shinto merupakan kepercayaan asli dari negri Jepang dan merupakan asal mula mental orang – orang Jepang, sehingga agama ini tidak memiliki pendiri individu, seperti yang dimiliki oleh Budha, Kristen atau pun Islam.
Shinto lahir di Jepang oleh orang Jepang sendiri dan menjadi agama tertua Jepang, namun tidak diketahui kapan mulai muncul. Menurut Harumi Befu dalam Danandjaja (1997:164) walaupun mempunyai satu agama, agama ini (shinto) sebenarnya merupakan gabungan dari kepercayaan “primitif” yang sukar untuk digolongkan menjadi satu agama, bahkan sebagai satu sistem kepercayaan. Oleh karenanya agama ini lebih tepat dianggap sebagai suatu gabungan dari kepercayaan “primitif” dan praktek – praktek yang berkaitan dengan jiwa – jiwa, roh – roh, dan sebagainya; sehingga Shinto dapat dikatakan sebagai Animisme. Menurut E.B Tylor dalam Dhavamony (1995:66) animisme dapat dipahami sebagai suatu sistem kepercayaaan dimana manusia religius, khususnya orang – orang primitif, membubuhkan jiwa pada manusia dan juga pada semua makhluk hidup dan benda mati. Itu jugalah sebabnya maka Shinto tidak memiliki pendiri individu seperti agama – agama lain.

Shinto sebagai sebuah kepercayaan setua negara Jepang itu sendiri dan yang keberadaannya sepanjang keberlangsungan negara, tentu mempengaruhi kebudayaan dalam kehidupan orang Jepang. Kebudayaan menurut ahli antropologi dalam Koentjaraningrat (2002:180) adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari  buddhi  yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan : “hal – hal yang bersangkutan dengan akal”.

Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan memiliki 3 wujud, wujud pertama adalah wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, peraturan dan sebagainya, disebut kebudayaan ideal. Wujud kedua wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, disebut sistem sosial. Dan wujud yang ketiga wujud kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan fisik.

Dalam Koentjaraningrat (2002:108), kebudayaan ideal baik pikiran – pikiran dan ide – ide, maupun tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda – benda kebudayaan fisik, sebaliknya kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola – pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya. Cara berpikir tentunya tidak dapat dilepaskan dari ajaran – ajaran yang kemudian dijadikan falsafah hidup oleh suatu bangsa. Demikian pula halnya dengan alam pikiran bangsa Jepang yang dipengaruhi oleh  ajaran Shintoisme sebagai ajaran asli.
Dalam kepercayaan Shinto, meyakini adanya penyembahan terhadap berbagai objek di alam. Penyembahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan cara mengikut sertakan objek – objek alam dalam sebuah acara ritual keagamaan maupun sebuah pemahaman yang diterapkan dalam kehidupan bangsa Jepang. Bukti bahwa Shinto melakukan penyembahan terhadap alam dapat dilihat dari adanya sebutan dewa bagi bermacam – macam hewan dan objek alam sekitar yang diyakini memiliki tugas – tugas tertentu. Sehingga dari sini dapat kita lihat bagaimana Jepang sangat menghargai alamnya. Hal ini juga mempengaruhi cara berpikir masyarakat Jepang dalam kehidupannya.

Shinto telah menjadi dasar mentalitas orang Jepang, yakni kebiasaan atau karakteristik dari sikap mental yang menentukan bagaimana mengartikan ataupun merespon situasi, serta menjadi dasar kebudayaan Jepang. Sebagaimana Shinto adalah kepercayaan nasional , dan seperti yang kita ketahui bahwa unsur religi adalah unsur yang paling sulit berubah dalam tujuh unsur kebudayaan, dan menjadi hal yang paling melekat dalam bangsa Jepang.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang bagaimana pemikiran Jepang jika dilihat dari perspektif Shinto.

2.      Rumusan Masalah
Masyarakat Jepang menganut banyak kepercayaan. Negara Jepang sendiri mengakui beberapa agama, namun hanya satu yang dianggap sebagai kepercayaan nasional yaitu Shinto. Kepercayaan shinto telah diyakini masyarakat Jepang sejak lama bahkan sejak Shinto masih sebagai kepercayaan primitif. Keberlangsungan Shinto yang begitu lama dalam masyarakat Jepang telah melekat sangat kuat dan mempengaruhi kebudayaan Jepang dan pemikiran orang Jepang itu sendiri.
Sehubungan dengan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah melalui pertanyaan sebagai berikut:
-          Bagaimana cara berpikir orang Jepang jika dilihat dari sudut pandang kepercayaan Shinto.

3.      Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam penelitian ini, agar penelitian lebih terarah dan teratur maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan tidak berkembang menjadi terlalu luas dan pembahasan yang dangkal.
Pembahasan pada penelitian kali ini difokuskas pada bagaimana konsep pemikiran yang lahir dari ajaran shinto yakni yang lahir dari Empat Afirmasi (penegasan) dalam Shinto serta aktualisasinya dalam kegiatan hidup orang Jepang.

No comments:

Post a Comment